“POKOK-POKOK PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH”
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Al-islam Studi Kemuhammadiyaan
Dosen Pengampu : Ahmad Mubarok, S.Pd.
Disusun Oleh :
Hera Wijaya (140511041)
Firman
Arrosyid ( 1405110)
Widiya
Ningrum (14051110)
.......................................
(lupa sapa lagi kelompokny)
..........................................
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
FAKULTAS
TEKNIK
TEKNIK
INFORMATIKA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “POKOK-POKOK
PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH” Makalah ini berisikan keyakinan, dan apa-apa saja yang menjadi
cita-cita muhammadiah.
Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua tentang cita-cita yang akan dicapai oleh muhammadiah. Kami menyadari bahwa Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Cirebon
, 29 Mei 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Pada Muktamar ke-37 muhammadiyah melahirkan kebijakan
atau gerakan ’’Muhammadiyahkan kembali Muhammadiyah’’ melalui gerakan‘’Re-Tajdid’’
(memperbarui kembali gerakan muhammadiyah melalui ”tajdid” di bidang idiologi
(keyakinan dan cita-cita hidup), garis pejuangan (khitah), amal usaha dan
organisasi (Haedar Nashir, 1992 :30) dalam sidang tanwir tahun
1968, telah di setujui pikian untuk pembinaan kembali (tajdid) ideologi/
keyakinan hidup dalam Muhammadiyah, selai itu dibentuk panitia dengan nama
panitia tajdid yang diberi tugas antara lain merumuskan idiologi /keyakinan
hidup dan khitah perjuangan. Berdasarkan
mandat tanwir tersebut, dilakukan pembahasan tentang “tajdid”dibidang keyakinan
dan cita-cita hidup, khitah dan hal-hal mendasar lainya untuk dibahas dalam
Muktamar ke-37 tahun 1968 di yogyakarta. Dan pokok-pokok yang ada dalam
muhammadiyah akan dibahas dalam makalah ini.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana khittah perjuangan
Muhammadiyah di Indonesia ?
2. Bagaimana Faham Agama dalam
Muhammadiyah?
3. Bagaiman keyakinan hidup
islam Muhammadiyah?
BAB I
KHITTAH
PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
Khittah artinya garis besar
perjuangan. khittah itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang
merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. hal tersebut mempunyai arti
penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan
anggota muhammadiyah. garis-garis besar perjuangan muhammadiyah tersebut tidak
boleh bertentangan dengan asas dan tujuan serta program yang telah disusun.
1.1 Enam Khittah Perjuangan
Muhammadiyah
Isi khittah harus sesuai
dengan tujuan Muhammadiyah, khittah itu disusun sesuai
dengan perkembangan zaman.
1. Langkah 12 Muhammadiyah 1938-1940
a. Memperdalam
Masuknya Iman.
Hendaklah iman itu
ditablighkan, disiarkan dengan selebar-lebarnya, yakni diberi riwayatnya dan
diberi dalil buktinya, dipengaruhkan dan digembirakan, sampai iman itu mendarah
daging, masuk di tulang sumsum dan mendalam di hati sanubari kita,
sekutu-sekutu Muham-madiyah seumumnya.
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah faham agama yagn
sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan
dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti
perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka,
mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
c. Memperbuahkan Budi Pekerti.
Hendaklah diterangkan dengan
jelas tentang akhlaq yang terpuji dan akhlaq yang tercela serta
diperbahaskannya tentang memakainya akhlaq yang mahmudah dan menjauhkannya
akhlaq yang madzmumah itu, sehingga menjadi amalan kita, ya seorang sekutu
Muhammadiyah, kita berbudi pekerti yang baik lagi berjasa.
d. Menuntun Amalan Intiqad (self
correctie).
Hendaklah senantiasa melakukan
perbaikan diri kita sendiri (self correctie), segala usaha dan pekerjaan kita,
kecuali diperbesarkan, supaya diperbaikilah juga. Buah penyelidikan perbaikan
itu dimusyawarahkan di tempat yang tentu, dengan dasar mendatangkan maslahat
dan menjauhkan madlarat, sedang yang kedua ini didahulukan dari yang pertama.
e. Menguatkan Persatuan.
Hendaklah menjadikan tujuan
kita juga, akan menguatkan persatuan organisasi dan mengokohkan pergaulan
persaudaraan kita serta mempersamakan hak-hak dan memerdekakan lahirnya
pikiran-pikiran kita.
f. Menegakkan Keadilan.
Hendaklah keadilan itu dijalankan
semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang sudah
seadil-adilnya itu dibela dan dipertahankan di mana juga.
g. Melakukan Kebijaksanaan.
Dalam gerak kita tidaklah
melupakan hikmah, hikmah hendaklah disendikan kepada Kitabullah dan
Sunnaturrasulillah. Kebijaksanaan yang menyalahi ke-dua pegangan kita itu,
mestilah kita buang, karena itu bukan kebijaksanaan yang sesungguhnya. Dalam
pada itu, dengan tidak mengurangi segala gerakan kemuhammadiyahan, maka pada
tahun 1838-1940 H. Muhammadiyah mengemukakan pekerjaan akan:
h. Menguatkan Majlis Tanwir.
Sebab majlis ini nyata-nyata
berpengaruh besar dalam kalangan kita Muhammadiyah dan sudah menjadi tangan
kanan yang bertenaga disisi Hoofdbestuur (PP) Muhammadiyah, maka sewajibnyalah
kita perteguhkan dengan diatur yang sebaik-baiknya.
i. Mengadakan Konperensi
Bagian.
Untuk mengadakan garis yang
tentu dalam langkah-langkah bagian kita, maka hendaklah kita berikhtiar
mengadakan Konperensi bagian, umpama: Konperensi Bagian: Penyiaran Agama seluruh
Indonesia dan lain-lain sebagainya.
j. Mempermusyawaratkan
Putusan.
Agar dapat keringanan dan
dipermudahkan pekerjaan, maka hendaklah setiap ada keputusan yang mengenai
kepala Majlis (Bagian), dimusyawarahkanlah dengan yang bersangkutan itu lebih
dahulu, sehingga dapatlah mentanfidzkan dengan cara menghasilkannya dengan
segera.
k. Mengawaskan Gerakan Jalan.
Pemandangan kita hendaklah
kita tajamkan akan mengawasi gerak kita yang ada di dalam Muhammadiyah, yang
sudah lalu, yang masih langsung dan yang bertambah (yang akan
datang/berkembang).
l. Mempersambungkan Gerakan
Luar.
Kira berdaya-upaya akan
memperhubungkan diri kepada iuran (ekstern), lain-lain persyarikatan dan
pergerakan di Indonesia, dengan dasar Silaturahim, tolong-menolong dalam segala
kebaikan, yang tidak mengubah asasnya masing-masing, terutama perhubungan
kepada persyarikatan dan pemimpin Islam.
2. Khittah Palembang 1956-1959
a. Menjiwai
pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal
tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak,
memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muham-madiyah dengan penuh
keyakinan dan rasa tanggung jawab.
b. Melaksanakan
uswatun hasanah.
c. Mengutuhkan
organisasi dan merapikan administrasi.
d. Memperbanyak
dan mempertinggi mutu anak.
e. Mempertinggi
mutu anggota dan membentuk kader.
f. Memperoleh
ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk
mengantisipasi bila terjadi keretakan dan perselisihan.
g. Menuntun
penghidupan anggota.
3. Khittah Ponorogo 1969
Kelahiran Parmusi merupakan
buah dari Khittah Ponorogo (1969). Dalam rumusan Khittah tahun 1969 ini
disebutkan bahwa dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar dilakukan
melalui dua saluran: politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Muhammadiyah
sendiri memposisikan diri sebagai gerakan Islam amar ma'ruf nahi munkar dalam
bidang kemasyarakatan. Sayangnya, partai parmusi ini gagal sehingga khittah
ponorogo kemudian "dinasakh" meminjam istilah Haedar nashir lewat
khittah ujung pandang.
4. Khittah Ujung Pandang 1971
a) Muhammadiyah
adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia
dan masyarakat.
b) Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau
memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
c) Untuk
lebih memantapkan muhammadiyah sebagai gerakan da’wah islam setelah pemilu
tahun 1971, muhammadiyah melakukan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif
dan positif terhadap partai muslimin Indonesia.
d) Untuk
lebih meningkatkan partisipasi muhammadiyah dalam pelaksanaan pembangunan
nasional.
5. Khittah Surabaya 1978
(penyempurnaan dari khittah ponorogo 1969)
a) Muhammadiyah
adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia
dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak
merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.
b) Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau
memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
6. Khittah Denpasar 2002
Dalam Posisi yang demikian
maka sebagaimana khittah Denpasar, muhammadiyah dengan tetap berada dalam
kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama
gerakannya dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan
social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.
1.2 Maksud dan Tujuan
Sebagai tuntunan, sebagai
pedoman dan arahan untuk berjuang bagi anggota maupun pimpinan Muhammadiyah.Sedangkan Fungsi khittah tersebut Sebagai landasan berpikir bagi
semua pimpinan dan anggota Muhammadiyah dan yang menjadi landasan berpikir bagi setiap amal usaha
muhammadiyah.
BAB II
FAHAM AGAMA MENURUT MUHAMMADIYAH
2.1 Faham Agama (Islam) Menurut Muhammadiyah
Agama yakni agama Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ialah apa yang diturunkan oleh Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut
dalam Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta
petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat (Himpunan Putusan Tarjih,
1987: 276)
Islam secara normatif harus dipahami secara tepat, dan pada
tahap implementasinya. memerlukan kecerdasan umatnya untuk menerjemahkan dalam
konteks yang berbeda-beda. Itulah kurang lebih yang meresahkan KH A. Dahlan, setelah melalui
pengembaraan intelektualnya dalam realitas kehidupan umat Islam yang
ternyata menurut pengamatannya masih memahami dan mengamalkan Islam
secara sinkretik. Ketika pengertian tentang (agama) Islam sudah dipahaminya,
lalu muncul pemikiran pada dirinya bahwa untuk melaksanakan (agama)
Islam sebagaimana yang dipahaminya itu umat Islam di
Indonesia, bahkan di seluruh dunia, harus diberi pengertian yang tepat tentang
(agama) Islam, lalu diarahkan untuk dapat melaksanakannya secara proporsional.
Itulah gagasan KHA. Dahlan yang kemudian dikenal luas sebagai
seorang Kyai yang sangat cemerlang pada masanya, di ketika hampir semua orang
di sekelilingnya merasa puas dengan apa yang (sudah) ada, menikmati kejumudan
dan menjadi muqallid a’mâ (loyalis a priori).
KH A. Dahlan memahami
bahwa al-Quran adalah sumber utama yang menjadi rujukan baku untuk siapa pun,
di mana pun dan kapan pun dalam ber-(agama)-Islam. Konsep normatif Islam sudah
tersedia secara utuh di dalamnya (al-Quran) dan sebegitu rinci dijelaskan oleh
Rasulullah s.a.w. di dalam sunnahnya, baik yang bersifat qaulî, fi’lî dan
taqrîrî. Hanya saja apa yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. perlu
diterjemahkan ke dalam konteks yang berbeda-beda, dan oleh karenanya
“memerlukan ijtihad”.
Ijtihad dalam
ber-(agama)-Islam bagi KHA. Dahlan adalah “harga mati”. Yang perlu dicatat
bahwa Dia menganjurkan umat Islam untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah
secara kritis. Ia menyayangkan sikap taqlid umat Islam terhadap apa dan siapa pun
yang pada akhirnya menghilangkan sikap kritis. Ia sangat menganjurkan umat
Islam agar memiliki keberanian untuk berijtihad dengan segenap kemampuan dan
kesungguhannya, dan dengan semangat untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah
ia pun ingin merombak sikap taqlid
menjadi minimal menjadi sikap ittiba’. Sehingga muncullah
kolaborasi antara para Mujtahid dan Muttabi’ yang secara sinergis membangun
Islam Masa Depan, bukan Islam Masa Sekarang yang stagnant (jumud, berhenti pada
kepuasaan terhadap apa yang sudah diperoleh), apalagi Islam Masa Lalu yang
sudah lapuk dimakan zaman. Semangatnya mirip dengan Muhammad Abduh:
“al-Muhâfadhah ‘Alâ al-Qadîm ash-Shâlih wa al-Akhdzu bi al-Jadîd al-Ashlah” .
Prinsip-prinsip Utama
Pemahaman Agama Islam Muhammadiyah memperkenalkan dua prinsip utama
pemahaman (agama) Islam:
1. Ajaran agama Islam yang
otentik (sesungguhnya) adalah apa yang terkandung di dalam al-Quran dan
as-Sunnah dan bersifat absolut. Oleh karena itu, semua orang Islam harus
memahaminya.
2. Hasil pemahaman terhadap
al-Quran dan as-Sunnah yang kemudian disusun dan dirumuskan menjadi kitab
ajaran-ajaran agama (Islam) bersifat relatif.
Dari kedua prinsip utama
tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang apa yang disebut doktrin agama
yang dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu (dapat) berubah-ubah selaras
dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan zaman. Hal ini bukan berarti
Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi justeru memahami
arti pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali pemahaman agama
(Islam) sebagaimana yang diisyaratkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dipahami
oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat tetap, sedang
interpretasinya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi keberagamaan umat Islam
yang memahami arti universalitas kebenaran ajaran agama yang tidak akan pernah
usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan di mana pun, kapan pun
dan oleh siapa pun.
Mengamalkan al-Quran
Untuk memahami al-Quran –
menurut Muhammadiyah – diperlukan seperangkat instrumen yang menandai kesiapan
orang untuk menafsirkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata.
Semangatnya sama dengan ketika seseorang berkeinginan untuk memahami Islam,
yaitu: “ijtihad”.
Kandungan al-Quran hanya akan
dapat dipahami oleh orang yang memiliki kemauan dan kemampuan yang memadai
untuk melakukan eksplorasi dan penyimpulan yang tepat terhadap al-Quran.
Keikhlasan dan kerja keras seorang mufassir menjadi syarat utama bagi setiap
orang yang ingin secara tepat memahami al-Quran. Meskipun semua orang harus
sadar, bahwa sehebat apa pun seseorang, ia tidak akan dapat menemukan kebenaran
sejati, kecuali sekadar menemukan ‘kemungkinan-kemungkinan’ kebenaran absolut
al-Quran yang pada akhirnya bernilai “relatif”. Akhirnya, kita pun dapat
memahami dengan jelas sebenar apa pun hasil pemahaman orang terhadap al-Quran,
tafsir atasnya (al-Quran) tidak akan menyamai “kebenaran” al-Quran itu sendiri.
Karena al-Quran adalah “kebenaran ilahiah”, sedang “tafsir atas al-Quran”
adalah “kebenaran insaniah”. Akankah kita menyatakan bahwa Manusia akan
“sebenar” Tuhan? Jawaban tepatnya: “mustahil”. Oleh karena itu, yang dituntut
oleh Allah kepada setiap muslim hanyalah berusaha sekuat kemampuannya untuk
menemukan kebenaran absolut al-Quran, bukan “harus menghasilkan kebenaran
absolut”, karena kenisbian akal manusia tidak akan pernah menggapai kemutlakan
kebenaran sejati dari Allah:

”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari kebajikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya...” (QS al-Baqarah, 2: 286)
Akhirnya, kita pun harus sadar
bahwa tidak akan ada pendapat (hasil pemahaman al-Quran) yang pasti benar.
Tetapi sekadar “mungkin benar”.
Mengamalkan Ajaran Islam Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah
Ketika kita berkesimpulan
bahwa hasil pemahaman siapa pun, kapan pun dan di mana pun terhadap al-Quran
adalah relatif, maka alangkah bijaksananya bila kita rujuk as-Sunnah sebagai
panduan dalam beragama. Karena, bagaimanapun relatifnya hasil pemahaman
al-Quran, hasil interpretasi Rasulullah s.a.w. baik dalam bentuk perkataan,
tindakan dan taqrîr merupakan interpretasi atas al-Quran yang “terjamin”
kebenarannya. Asumsi ini didasarkan pada paradigma “’ishmah ar-rasûl”. Ada
jaminan dari Allah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu benar dalam
berijtihad, karena setiap langkahnya akan selalu diawasi oleh-Nya. Teguran atas
kesalahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w. akan selalu dilakukan oleh
Allah, dan hal itu tidak dijamin akan terjadi pada selain Rasulullah s.a.w.
Persoalannya sekarang,
seberapa mungkin kita kita (umat Islam) berkemampuan untuk menerjemahkan
as-Sunnah dalam realitas kehidupan kita? Dan pola apakah yang paling tepat
untuk kita pilih? Ternyata kita pun sering terjebak pada ketidaktepatan dalam
menerjemahkannya (as-Sunnah), karena keterbatasan-keterbatasan yang kita
miliki. Kita pun sering melakukan kesalahan dalam memilih pola yang tepat untuk
memahami as-Sunnah. Mungkin terjebak pada kutub ekstrem “tekstual”, atau
“rasional” yang mengarah pada kontekstualisasi yang eksesif (berlebihan).
Untuk itu, menurut pendapat
penulis, yang kita perlukan sekarang adalah: “membangun kearifan” menuju pada
“pemahaman yang sinergis dan seimbang”. Seperti – misalnya – apa yang dilakukan
dalam proyek besar pemasaran gagasan “Islam Kontekstual” yang dilakukan –
misalnya -- oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, dengan berbagai modifikasi yang
diperlukan.
Berislam Secara Dewasa
Muhammadiyah selama ini
memperkenalkan Islam yang “arif”, yang dirujuk dari apa yang dikandung dalam
al-Quran dan as-Sunnah dengan memperkenalkan pola “istinbath” yang
proporsional.
Muhammadiyah menyatakan diri
tidak bermazhab, dalam arti tidak mengikatkan diri secara tegas dengan
mazhab-mazhab tertentu baik secara qaulî maupun manhajî. Tetapi Muhammadiyah
bukan berarti antimazhab. Karena, ternyata dalam memahami Islam Muhammadiyah
banyak merujuk pada pendapat orang dan utamanya juga Imam-imam mazhab dan para
pengikutnya yang dianggap “râjih” dan meninggalkan yang “marjûh”.
Pola pikir yang diperkenalkan
Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam adalah berijtihad secara: bayânî,
qiyâsî dan ishtishlâhî. Yang ketiganya dipakai oleh Muhammadiyah secara
simultan untuk menghasilkan pemahaman Islam yang kontekstual dan bersifat
(lebih) operasional.
Ijtihâd bayânî dipahami
sebagai bentuk pemikiran kritis terhadap nash (teks) al-Quran maupun as-Sunnah;
ijtihâd qiyâsî dipahami sebagai penyeberangan hukum yang telah ada nashnya
kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya
kesamaan ‘illât; dan ijtihâd ishtishlâhî dipahami sebagai bentuk penemuan hukum
dari realitas-empirik berdasarkan pada prinsip mashlahah, karena tidak adanya
nash yang dapat dirujuk dan tidak adanya kemungkinan untuk melakukan qiyâs.
Hasil pemahaman dari upaya
optimal dalam berijtihad inilah yang kemudian ditransformasikan ke dalam
pengembangan pemikiran yang -- mungkin saja – linear atau berseberangan,
berkaitan dengan tuntutan zaman. Demikian juga dalam wilayah praksis, tindakan
keberagamaan yang ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keagamaan umat Islam
harus juga mengacu pada kemauan dan kesediaan untuk melakukan kontekstualisasi
pemahaman keagamaan (Islam) yang bertanggung jawab. Tidak harus terjebak pada
pada pengulangan dan juga pembaruan, yang secara ekstrem berpijak pada adagium
“purifikasi” dan “reinterpretasi” baik yang bersifat dekonstruktif maupun
rekonstruktif.
Sekali lagi, yang perlu dibangun adalah: “kearifan” dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Di mana pun, kapan pun dan oleh dan kepada siapa pun. Sebab, keislaman kita adalah “keislaman: yang harus kita pertaruhkan secara horisontal dan sekaligus vertikal”.
BAB III
KEYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYAH
3.1 Sejarah Perumusan
Keyakinan dan cita-cita hidup
muhammadiyah disahkan oleh Mu’tamar Muhammadiyah ke-37 yang diselenggarakan
pada tahun 1968 di kota Yogyakarta. Dalam sidang Tanwir menjelang Muktamar
ke-37 dibahas berbagai masalah yang akan dijadakan acara Mu’tamar, antara lain
dibahas tentang perlunya tajdid di segala bidang, termasuk tajdid ideologi
Muhammadiyah. Gagasan tersebut dapat diterima oleh sidang, dan untuk
merumuskannya, oleh sidang diserahkan kepada suatu panitia. Hasil rumusan dari
panitia ini selanjutnya dibawa ke Mu’tamar ke37. Setelah melalui berbagai
pembahasan akhirnya disetujui oleh Mu’tamar dengan catatan agar rumusan
tersebut disempurnakan oleh PP Muhammadiyah.
Rumusan PP Muhammadiyah dalam
hal ini biro ideologi yang melaksanakan amanat dan tugas dari Mu’tamar
seterusnya menyerahkan kepada sidang Tanwir yang berlangsung di Ponorogo.
3.2 Matan atau Teks
Rumusan yang kemudian menjadi gagasan adalah sebagai berikut:
Keyakinan dan cita-cita hidup muhammdiyah
Muhammadiyah adalah gerakan
berdasarkan islam, bercita-cita dan berkerja untuk terwujudnya masyarakat utama
adil makmur yang diridhoi oleh Alloh SWT untuk melaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi.Muhammadiyah juga berkeyakinan
bahwa islam adalah agama Alloh yang diwahyukan kepada para Rosul-Nya sejak nabi
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada nabi penutup
Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Alloh kepada unmat manusia sepanjang
masa dan menjamin kesejahteraan materil dan spiritual duniawi dan ukhrowi.
Muhammadiyah dalam mengamalkan
islam juga berdasarkan Al Qur’an kitab Alloh yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW dan sunah Rosul yang berisi penjelasan dan pelaksanaan
ajaran-ajaran Al Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan
akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam. Muhammadiyah bekerja untuk
terlaksanakannya ajaran-ajaran islam yang meliputi bidang-bidang aqidah, ahlak,
ibadah, muamalat duniawiyah.
Dalam bidang aqidah
muhammadiyah bekerja untuk terlaksanakannya aqidah islam yang murni bersih dari
gejala-gejala kemusrikan, bid’ah dan khurofat tanpa mengabaikan prinsip
toleransi menurut ajaran islam , sedangkan dalam bidang aqlak, muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya nilai-nilai aqlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran
Al Qur’an dan sunah Rosul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
Muhammadiyah dalam bidang
ibadah bekerja sesuai dengan tuntunan Rosululloh SAW tanpa tambahan dan
perubahan dari manusia, sedangkan dalam muamalat duniawiyah (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat)denagn berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah
mendapatkan karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan,kemerdekaan bangsa dan Negara republik Indonesia berfalsafah
pancasila,agar menjadikan Negara yang adil dan makmur diridhoi Allah SWT.
Rumusan Matan keyakinan dan
cita-cita Muhammadiyah terdiri dari lima angka,kelima angka tersebut
dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu:
Pokok-pokok persoalan yang besifat ideologis sebagaimana tersimpul dalam
angka satu dan dua adalah:
1) Dasar
|
:
|
Muhammadiyah adalah gerakan berdasarkan islam
|
2) Cita-cita
|
:
|
Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya
masyarakat utama adil makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT.
|
3) Ajaran
|
:
|
Ajaran yang digunakan untuk melaksanakan dasar dalam
mencapai cita-cita ajaran islam yaitu agama Allah,hidayat dan rahmat Allah
kepada umat manusia sepanjang masa,dan menjamin kesejahteraan hidup materi
dan spiritual duniawi dan ukhrowi.
|
Keyakinan dan cita-cita hidup
muhammadiyah ditentukan dan disinari oleh islam ,islam sebagai sumber ajaran
yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidup muhammadiyah.Hidup beribadah
menurut ajaran islam adalah hidup bertaqarub kepada Allah denagan menunaikan
amanat serata mematuhi ketentuan yang telah menjadi peraturan agar mendapatkan
ridho dari Allah SWT.
Muhammadiyah perlu dikenalkan oleh angkatan muda muhammadiyah
Dengan diajarkan mata
pelajaran Kemuhammadiyahan, mereka dapat mengenal tentang apa dan diapakah
muhammadiyah itu, mengenal perannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
dapat menegtahui secara obyektif, bahwa persayarikatan muhammadiyah
merupakansebuah Gerakan Islam di Indonesia yang telah berjasa dalam
keikutsertaannya menmbangun bangsa Indonesia dalam upaya menemukan jati dirinya
sejak zaman penjajahan Hindia Belanda hingga dewasa ini. Muhammadiyah telah menyumbangkan
adilnya kepada bangsa Indonesia dengan memberikan putera-puteri terbaiknya
untuk berjuang dikancah perjuangan bangsa dan Negara Republik Indonesia
Hal-hal yang perlu dipelajari
Untuk mengenal secara utuh, bulat dan integral tentang apa dan siapakah
muhammadiyah itu, setidak-tidaknya ada tiga pendekatan yang harus dipergunakan
Ketiga pendekatan tersebut satu sama lain saling lengkap melengkapi. Ketiga
pendekatan itu ialah :
1) Pendekatan Historis
Aspek pertama untuk mengenal
Persyarikatan Muhammadiyah adalah lewat pendekatan historis atau pendekatan
kesejarahan. Dengan pendekatan seperti ini berarti mempelajari tentang latar
belakang berdirinya, sejarah perkembangannya, berbagai amal usaha dan
hasil-hasilnya yang telah dicapai dan sebagainya. Sekaligus juga mempelajari
cirri-ciriya yang khas yang melekat pada jati diri Muhammadiyah, yang
membedakan dengan gerakan-gerakan lainnya, yang tumbuh dan berkembang baik di
Indonesia maupun yang di Alam Islam (dunia Islam).
2) Pendekatan Ideologis
Aspek kedua untuk mengenal
persyarikatan muhamamdiyah adalah lewat pendekatan ideologis atau pendekatan
dari segi keyakinan dan cita-citanya. Pendekatan aspek yang kedua ini dapat
dikatakan pendekatan yang paling penting, sebab lewat pendekatan kedua ini akan
dikenal tentang hakekat atau jatidiri Muhammadiyah yang sebenar-benarnya. Lewat
tilikan aspek ini akan dapat dikenal watak dan kepribadiannya, dikenal
dorongan-dorongan yang menggerakkan seluruh aktifitas Muhammadiyah, dikenal
juga apa yang menjadi pandangan atau keyakinan hidupnya serta apa yang menjadi
cita-cita perjuangannya.
Dalam pendekatan aspek
idiolagis ini ada tiga materi yang tidak boleh dilewatkan untuk dikaji dan
dibahas secara mendalam, yaitu ‘Kepribadian Muhammadiyah’, ‘Mukadimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah’ dan ‘Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
3) Pendekatan Struktural
Yang dimagsud dengan
pendekatan structural tidak lain pendekatan dari segi susunan organisasinya.
Mempelajari organisasi muhammadiyah tidak lain kecuali mempelajari bagaimanakah
Muhammadiyah melancarkan amal usahanya dengan system organisasi, bagaimanakah
muhammadiyah menyusun tenaga manusia yang ada didalmnya, mengatur tugas,
cara-cara pengerahan dan pengerahan aktifitasnya, jalinan hubungan dan usaha
pengerahan dan fasilitas yang semua diatur secara rapid an tertib sehingga
gerakannya menjadi lincah, dinamis dan luwes. Sekaligus dengan pendekatan yang
ketiga ini pula akan dikenal khittah perjuangan Muhammadiyah atau strategi
dasar perjuangan Muhammadiyah.
Faham Agama
Agama islam adalah agama Allah
yang diturunkan kepada para RosulNya sejak nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW
.Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakir yang di utus Allah dengan membawa
syariat agama yang sempurna untuk seluruh umat sepanjang masa.Oleh karena itu
agama yang diturunkan Nabi Muhammad SAW tetap berlaku sekarang dan untuk
masa-masa yang akan datang.Ajaran islam telah menegaskan bahwa islam diturunkan
kepada umat manusia tidak lain untuk menyebar luaskan rahmat Allah diseluruh
alam ,sehingga jelas bahwa fungsi utama agama islam adalah sebagai pengayoman
bagi hidup dan kehidupan umat manusia dimana dan kapanpun juga Muhammadiyah
berpendirian bahwa dalam melaksanakan agama hendaknya dilakukan berdasarkan
pengertian yang benar dengan denag jalan ijtihad
dan ittiba.Muhammadiyah dalam agama ,baik bagi kehidupan perorangan
ataupun bagi kehidupan kemasyarakatan dan gerakan adalah dengan dasar-dasar
dengan dilakukannya musyawarah oleh para ahlinya,denagan cara yanmg sudah lazim
dikenal denagn istilah tarjih.
Tarjih adalah usaha
membanding-bandingkan berbagi para ulama ahlinya kemudian mengambil pendapat
yang didukung oleh alasan dalil yang paling laut.
Fungsi dan Misi Muhammadiyah
Berdasar keyakinan dan
cita-cita hidup yang bersumber ajaran islam yang murni ,muhammadiyah menyadari
akan kewajibanya berjuang dan mengajak segenap golongan dan lapaisan bangsa
Indonesia untuk mengatur dan membnagun tanah air dan Negara republik Indoneia
sehinga tercapai kebahagian materiil dan spiritual yang di ridhoi Allah SWA
.Semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah bukanlah hal yang baru tetapi
wajar,sedangkan pola perjuangan muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai
keyakinan dan ciuta-cita hidupnya dalam masyarakat Negara republik
Indonesia,satu-atunya jalan yang ditempuh ialah menggunakan dakwah islam dan
amar makruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenarnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Muhammadiyah
berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya
mulai dari nabi adam hingga nabi terakhir yaitu nabi Muhammad SAW, sebagai
hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
Rumusan matan keyakinann dan cita-cita hidup
muhammadiah terdiri dari 5 lima angka
5 (lima) angka tersebut dibagi
menjadi 3(tiga) kelompok.
“agama (yakni agama islam yang di bawa oleh nabi
muhammad saw) ialah apa yang diturunkan allah didalam al-qur’an dan yang
tersebut didalam sunnah shahih berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
serta petunju-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.”(PUTUSAN
MAJLIS TARJIH)
VISI :
“terwujudnya masyarakat islam yang sebenar-benarnya”
MISI:
1 Menegakan
tauhid yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2 Menyebarka
ajaran islam yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
3 Mewujudkan
islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.
3.2 Kritik dan
saran
Demikian
makalah ini di buat untuk membantu dalam proses belajar mengajar, jika ada
kesalahan maka kami sebagai pembuat makalah ini bersedia menerima kritik dan
saran dari pembaca. Semoga makalah ini dapat di gunakan
sebagai mestinya, dan mendatangkan manfaat kepada pembaca amin.
DAFTAR PUSTAKA
Diakses
: http://emodjeh.blogspot.com/2013/05/makalah-khittah-perjuangan-muhammmadiyah.html pada tanggal 03 Juni 2015 di Kampus UMC.
EmoticonEmoticon